Bila Orang Tua Halangi Anak Baikan dengan Suaminya


Tak selamanya biduk rumah tangga aman dan sepi dari ujian. Ada saja permasalahan yang akhirnya memaksa pasangan suami mistri bersitegang. Tidak jarang keberadaan orang tua justru memperkeruh keadaan. Berikut pilihan yang dapat ditempuh.

Tidak selamanya perjalanan rumah tangga berlanmgsung landai, selalu akur dan harmonis. Tidak jarang sejumlah perselisihan, konflik bahkan ancaman perceraian mengiringi. Dalam kondisi seperti ini, kerap terjadi para orang tua atau mertua justru menjadi bagian dari percekcokan tersebut. Karena tersinggung atau mau membela salah satu pihak, upaya memperbaiki biduk rumah tangga justru dihalangi.
Kiranya sudah seharusnya kita menyadari bahwa keluarga dalam arti suami-istri adalah unit terkecil dalam kehidupan masyarakat yang selanjutnya menjadi komunitas-komunitas yang menjelma menjadi rakyat di suatu negara. Jika kehidupan unit terkecil dalam bentuk keluarga itu hidup harmonis, niscaya kehidupan rakyat dalam suatu negara tersebut akan juga harmonis dan berbahagia.
Islam mengajarkan manusia untuk menyambung silaturrahim, sebaliknya Islam sangat mengutuk manusia yang melakukan atau menganjurkan pemutusan silaturrahim.
Harus diingat bahwa unit terkecil dalam masyarakat itu adalah keluarga dalam arti minimal suami-istri. Dan dari suami-istri inilah terbentuk keluarga dalam arti mereka akan mempunyai anak, mereka juga mempunyai ipar, mertua dan lain-lain sebagai konsekuensi dari komunitas keluarga.
Allah berfirman: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang tunggal, dan dari “diri” ini Allah menciptakan pasangannya (istri/suami); dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Qs. al-Nisa [4]: 1)
Perhatikan dan renungkan firman Allah di atas, tentu kita akan menyadari bahwa suami-istri dalam suatu masyarakat menjadi unit keluarga yang nantinya akan menjadi induk terjalinnya hubungan silaturrahim atau terputusnya silaturrahim.
Ini berarti baik suami maupun istri akan menjadi panutan bagi anak-anak yang dilahirkannya. Jika suami dan istri tidak mampu menjaga dan menyadari bahwa mereka berdua adalah induk keluarga, maka suami-istri ini akan menjadi awal terjadinya pemutusan silaturrahim yang sangat dilarang oleh agama.
Nabi bersabda: “Orang yang memutus silaturrahim tidak akan masuk surga.” (HR. Abu Dawud: 1488). Bahkan dalam hadis lain dosa memutuskan silaturrahim itu setara dengan pembunuhan.
Rasul bersabda: “Barangsiapa yang tidak berteguran dengan saudaranya (seagama) selama setahun, maka (dosanya) seperti ia telah membunuhnya.” (HR. Abu Daud)
Dalam banyak kasus, para orang tua dan atau mertua mestinya menyadari bahwa sikapnya yang melarang sang anak untuk menemui pasangan adalah tindakan yang dapat dikategorikan sebagai penghalang terjadinya silaturrahim dalam hubungan suami-istri. Jika pemahaman demikian yang terjadi, maka tindakan itu adalah haram dan termasuk dosa besar.
Para ayah atau ibu dalam suatu keluarga seharusnya menyadari bahwa ketika mereka rela untuk menikahkan putrinya dengan pria bagaimanapun proses terjadinya, maka sejak terjadi akad dalam hukum Islam, tanggung jawab putri mereka itu sudah pindah ke tangan suami. Dan tidak sepantasnya orang tua (ayah/ibu) intervensi terhadap keluarga yang baru terbentuk itu. Biarkan mereka menyelesaikan persoalannya sendiri sebisa mungkin, kecuali dalam kondisi yang sangat terpaksa.
Jika hubungan suami-istri menghadapi gelombang kehidupan yang nyaris membahayakan dengan indikasi keduanya “pisah sementara”, maka Islam memberi jalan keluar agar masing-masing pihak, baik dari keluarga istri maupun dari kelarga suami untuk saling berusaha agar pasangan suami-istri tersebut bisa utuh kembali. Tindakan keluarga ini masuk dalam kategori perjuangan menyambungkan silaturrahim yang sangat dianjurkan oleh Islam dan akan berbuah pahala yang sangat besar.
Allah berfirman: “…jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seoranghakam (juru runding) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua oranghakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi kekuatan untuk melakukan kebaikan (taufik) kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha pakar.”
Berdasarkan penjelasan dua ayat al-Quran dan beberapa hadis di atas, maka sangat jelas tindakan orang tua yang melarang anaknya untuk ishlah dengan pasangan adalah termasuk dosa besar dan secara fikih diberi label hukum haram.

Semoga kita terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah tanpa kita menyadarainya. Ini yang bisa saya jelaskan semoga kita mendapatkan kekuatan untuk mengikuti ajaran-ajaran Allah dan RasulNya. Wallahu a’lam. (NUo)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Bila Orang Tua Halangi Anak Baikan dengan Suaminya"

Post a Comment

close
Banner iklan disini